Powered By Blogger

Kamis, Oktober 28, 2010

SEJARAH MINANGKABAU

ASAL - USUL menurut TAMBO ALAM
MINANGKABAU
Tiga anak dari Raja Iskandar Zulkarnain
(Alexander Agung) dari Makadunia
(Macedonia) iaitu Maharajo Alif,
Maharajo Japang dan Maharajo Dirajo
berlayar bersama, dan saat dalam
perjalanan mereka bertengkar sehingga
mahkota kerajaan jatuh ke dalam laut.
Maharajo Dirajo yang membawa Cati
Bilang Pandai –seorang pandai emas-
berhasil membuat satu serupa dengan
mahkota yang hilang itu. Mahkota itu
lalu ia serahkan kepada abang-
abangnya, tetapi mereka
mengembalikannya kepada Maharajo
Dirajo karena ia dianggap yang paling
berhak menerima, iaitu karena telah
berhasil menemukannya. Mereka adik
beradik lalu berpisah. Maharajo Alif
meneruskan perjalanan ke Barat dan
menjadi Raja di Bizantium, sedang
Maharajo Japang ke Timur lalu menjadi
menjadi Raja di China dan Jepang
(Jepun), manakala Maharajo Dirajo ke
Selatan sedang perahunya terkandas di
puncak Gunung Merapi saat Banjir Nabi
Nuh melanda. Begitu banjir surut, dari
puncak gunung Merapi yang diyakini
sebagai asal alam Minangkabau
turunlah rombongan Maharajo Dirajo
dan berkampung disekitarnya. Mulanya
wujud Teratak lalu berkembang
menjadi Dusun lalu jadi Nagari lalu
jadilah Koto dan akhirnya menjadi
Luhak. Daerah Minangkabau yang asal
adalah disekitar Merapi, Singgalang,
Tandikat dan Saga. Semuanya terbagi
atas 3 Luhak atau Luhak Nan Tigo.
Luhak ini membawahi daerah Rantau.
Jadi ada 3 luhak dengan 3 rantau :
1. Luhak AGAM berpusat di
BUKITTINGGI dengan Rantau
PASAMAN
2. Luhak TANAHDATAR berpusat di
BATUSANGKAR dengan Rantau SOLOK
3. Luhak LIMAPULUH KOTA berpusat di
PAYA KUMBUH dengan Rantau
KAMPAR
Batas Alam Minangkabau menurut
Tambo :
1. “Dari Riak nan Badabua, Siluluak
Punai Maif,
Sirangkak nan Badangkuang, Buayo
Putiah Daguak,
Taratak Aie Hitam, Sikilang Aie Bangih ,
Hingga Durian Ditakuak Rajo ”
2. “Dari Riak nan Berdebur, Siluluk Punai
Maif,
Sirangkak nan Berdengkung, Buaya
Putih Daguk,
Teratak Air Hitam, Sikilang Air Bangis ,
Hingga Durian Ditekuk Raja ”
Tafsiran dari ‘Riak nan Berdebur’ adalah
daerah Pesisir Pantai Barat iaitu wilayah
dari Padang hingga Bengkulu;
sedangkan ‘Teratak Air Hitam’ adalah
Rantau Timur sekitar Kampar dan
Kuantan (sekarang di Riau). Ini sesuai
penjelasan bahwa selain 3 Luhak dan 3
Rantau diatas yang disebut ‘Darek” atau
“Darat”, Minangkabau mempunyai
daerah Rantau luar iaitu Rantau Pesisir
Barat dan Rantau Timur dengan
wilayah :
1. RANTAU PESISIR BARAT (Pasisie
Barek): Sikilang Air Bangis, Tiku
Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air
Haji, Inderapura, Kerinci (kini masuk
Jambi) dan Muko-muko (Bengkulu).
2. RANTAU TIMUR : Daerah hilir sungai-
sungai besar Rokan, Siak, Tapung,
Kampar dan Inderagiri(Kuantan),
kesemuanya kini masuk di Riau

ASAL USUL menurut SEJARAWAN
Senarai kerajaan di Sumatra yang
merupakan cikal-bakal Kerajaan
Minangkabau mulai zaman Hindu-
Budha Abad 7 adalah :
1. KERAJAAN MALAYU (Melayu Tua)
terletak di Muara Tembesi (kini masuk
wilayah Batanghari, Jambi). Berdiri
sekitar Abad 6 – awal 7 M
2. KERAJAAN SRIWIJAYA TUA terletak
di Muara Sabak (kini masuk masuk
wilayah Tanjung Jabung, Jambi). Berdiri
sekitar tengah Abad 7 – awal 8 M
3. KERAJAAN SRIWIJAYA di Palembang,
Sum. Selatan. Akhir abad 7 – 11 M
4. KESULTANAN KUNTU terletak di
Kampar, sekitar Abad 14 M
5. KERAJAAN MALAYU (Melayu Muda)
atau DHARMASRAYA terletak di Muara
Jambi, abad 12-14 M. Tahun 1278
Ekspedisi Pamalayu dari Singasari di
Jawa Timur menguasai kerajaan ini dan
membawa serta putri dari Raja Malayu
untuk dinikahkan dengan Raja
Singasari. Hasil perkawinan ini adalah
seorang pangeran bernama
Adityawarman, yang setelah cukup
umur dinobatkan sebagai Raja Malayu.
Pusat kerajaan inilah yang kemudian
dipindahkan oleh Adityawarman ke
Pagaruyung dan menjadi raja pertama
sekitar tahun 1347
PAGARUYUNG (1347-1809)
Adityawarman meninggalkan banyak
prasasti –terbanyak bahkan jika
dibanding periode Raja-raja Sri Wijaya.
Ia menyebut dirinya sebagai
‘ Kanakamedinindra” (Penguasa Tanah
Emas). Dan memang Kerajaan
Pagaruyung menguasai perdagangan
lada/rempah dan emas terutama di
Rantau Timur dan dijual ke daerah luar
melalui pesisir barat, dimana para
pedagang datang dari Aceh Tamil,
Gujerat dan Parsi untuk dijual di
pasaran dunia. Secara berangsur-
angsur kerajaan Pagaruyung mulai
mundur kira-kira pada abad 15,
sehingga peranan daerah Rantau Pesisir
yang berupa kota-kota pelabuhan di
pantai barat Sumatra justru semakin
berkembang. Pada saat inilah Aceh
yang tengah berada pada puncaknya
masuk sekitar tahun tahun 1640 disertai
masuknya ajaran Islam. Pada akhir
abad 16, Pagaruyung sudah tidak utuh
lagi, kekuasaan raja tidak mutlak.
Yang Dipertuan Pagaruyung sebagai
Raja Alam membahagi kekuasaannya
pada 2 Raja yang lain iaitu Raja Adat
yang berkedudukan di Buo, dan Raja
Ibadat di Sumpur Kudus. Kesatuan tiga
raja disebut “Rajo Nan Tigo Selo”.
Sedangkan yang menjalankan
kekuasaan Lembaga eksekutif -disebut
“ Baca Ampek (Empat) Balai”- terdiri 4
Datuk dengan 1 Datuk penguat iaitu :
1. Datuk Bandaharo (Menteri Utama &
Keuangan) di Sungai Tarab
2. Tuan Indomo (Menteri Adat) di
Suruaso
3. Tuan Makhdum (Menteri Kerajaan
Wilayah Rantau) di Sumanik
4. Tuan Kadi (Menteri Agama) di
Padang Ganting, diperkuat oleh
5. Tuan Gadang (Menteri Keamanan &
Pertahanan) di Batipuh
Semua berada di Luhak Tanah Datar.
Pada abad 17-18, Siak di Rantau Timur
mulai melepaskan diri dan
mengembangkan kekuasaannya ke
utara hingga ke Rokan, Panai, Bilah,
Asahan dan Tamiang. Hal ini
dimungkinkan oleh kuatnya kerajaan
Siak dalam perdagangan dengan Melaka
dan Belanda, disamping mulai
merosotnya Aceh sesudah Sultan
Iskandar Muda mangkat di tahun 1639.
Perluasan daerah rantau kemudian
menyeberangi Selat Melaka sehingga
jadilah Negeri Sembilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentar lah dengan sopan...